Kisah berikut ini kami ambil dari buku yang nanti akan kami sebutkan di
akhir tulisan. Namun, karena terkait dengan kualitas hadits; apakah ia
hadits yang shahih atau tidak, maka perlu kami berikan sedikit
penjelasan.
Yaitu, bahwa mengenai kisah ini terdapat banyak versi dan penafsirannya
dapat diambil dari tafsir terhadap ayat 16 surat al-Hasyr.
Dalam hal ini, sedikit kami ketengahkan perkataan Ibn Katsir dalam
tafsirnya terhadap ayat tersebut, “Yakni seperti orang-orang Yahudi yang
tergiur oleh rayuan orang-orang Munafik yang menjanjikan kemenangan dan
pertolongan mereka, namun tatkala mereka (orang-orang Yahudi)
benar-benar dikepung kaum Muslimin dan terjadi peperangan; orang-orang
Munafik tersebut meninggalkan mereka sendirian menghadapi kebinasaan.
Permisalan mereka dalam hal ini seperti permisalan syaithan tatkala
menggoda manusia agar kafir –wal ‘iyaadzu billah- di mana bila ia
(manusia) sudah masuk ke dalam perangkapnya, ia pun berlepas diri
darinya dan kabur seraya berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah,
Rabb semesta alam.’”
Ibn Katsir melanjutkan, “Berkenaan dengan ayat ini, sebagian mereka
(para mufassir-red.,) menyebutkan sebuah kisah sebagian dari para ahli
ibadah yang berasal dari kalangan Bani Israil, yang merupakan contoh
bagi permisalan ini bukan sebagai yang dimaksudkan (dikehendaki) dalam
penafsiran ayat ini, bahkan ia termasuk darinya beserta kisah nyata
lainnya yang mirip dengannya…” (Tafsir Ibn Katsir, Jld.IV, h.436-438)
Dengan demikian, berdasarkan pernyataan Ibn Katsir tersebut, maka kisah
yang akan diketengahkan berikut ini juga termasuk salah satu contoh
(bukan maksud dari tafsir ayat tersebut) betapa syaithan menggunakan
berbagai trik untuk menggoda manusia sehingga pada akhirnya mengikutinya
dan terjerumus ke dalam perangkapnya (kafir kepada Allah) kecuali
orang-orang yang dirahmati Rabb. Wallahu a’lam.
Jalan Cerita
Ada seorang ahli ibadah (‘Abid) dari kalangan Bani Israil, yang merupakan ahli ibadah pada masanya.
Tersebutlah tiga bersaudara yang memiliki satu-satunya saudara perempuan
yang masih perawan. Suatu ketika, ketiga orang ini ingin pergi ikut
berjihad di jalan Allah namun mereka tidak tahu kepada siapa saudara
perempuan mereka itu akan dititipkan dan mendapatkan tempat yang aman
padahal orang tua mereka sudah meninggal dunia. Lalu bersepakatlah
mereka untuk menitipkannya kepada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani
Israil tersebut sebab hanya dia yang mereka percayai.
Karena itu, mereka mendatangi orang tersebut dan memintanya agar
bersedia menerima titipan saudara perempuan mereka tersebut sehingga ia
bisa tinggal dulu di sampingnya hingga mereka pulang kembali dari
perjalanan namun si ahli ibadah ini menolaknya dan berlindung kepada
Allah dari mereka dan sikap mereka tersebut. Karena terus didesak dan
mereka tetap ngotot, akhirnya dia pun bersedia menerima seraya berkata,
“Tolong inapkan dia di sebuah rumah di dekat tempat ibadah yang khusus
untukku.” Maka mereka pun membawanya ke tempat itu, kemudian berangkat
dan meninggalkannya.
Wanita, saudara perempuan ketiga orang itu pun menginap di rumah sang
ahli ibadah itu hingga beberapa masa. Selama itu, dia turun dari tempat
ibadahnya (yang berada di atas dan berdampingan dengan rumah di mana
wanita itu tinggal) untuk memberinya makan, memanggilnya, lalu wanita
itu keluar untuk mengambil makanan yang diletakkannya di suatu tempat.
Maka, syaithan pun memainkan perannya; pertama-tama ia pura-pura peduli
dengan si ahli ibadah ini dengan mensugestinya terus agar berbuat baik,
akan tetapi ia menyayangkan keluarnya si wanita itu dari rumahnya pada
siang hari dengan menakut-nakutinya bahwa cara seperti itu bisa saja
dilihat seseorang lalu tertarik pada wanita itu. Dia lalu menganjurkan,
“Andaikata kamu sendiri yang berjalan dan meletakkan makanannya di pintu
rumah, tempat si wanita itu, tentulah pahalanya bagimu lebih besar.” Si
Iblis terus menggodanya dengan hal itu hingga akhirnya, si ahli ibadah
itu mengikutinya. Dia datang ke rumah, tempat wanita itu menginap,
membawa makanan itu sendiri dan meletakkannya di depan pintunya namun
tidak berbicara sepatah kata pun dengannya. Kondisi ini berjalan
beberapa lama.
Kemudian Iblis itu datang lagi seraya mensugestinya untuk senantiasa
berbuat kebaikan sehingga mendapatkan pahala. Dia berkata, “Andaikata
kamu berbicara dengannya sehingga dia bisa merasa terhibur denganmu.
Sebab ia tentu dicekam kesepian yang amat sangat.” Iblis terus
menggodanya hingga akhirnya dia berani mengajak si wanita itu berbicara
sekalipun sembari melihat dari tempat ibadahnya yang berada di bagian
atas.
Setelah itu, Iblis mendatanginya lagi seraya berkata, “Andaikata kamu
menghampirinya dengan duduk di pintu tempat ibadahmu seraya mengajaknya
berbicara sementara ia juga duduk di pintu rumahnya sambil berbicara
denganmu, tentulah ini lebih baik dan lebih membuatnya terhibur (tidak
kesepian).” Iblis terus menggodanya hingga akhirnya dia pun turun dan
duduk di pintu tempat ibadahnya sambil mengajak berbicara si wanita itu
yang juga keluar dari rumahnya sambil duduk di pintunya guna meladeninya
berbicara. Kondisi ini pun berjalan beberapa lama.
Kemudian Iblis itu datang lagi seraya tidak lupa mensugestinya untuk
berbuat kebaikan dan meraih pahala terhadap apa yang dilakukannya. Ia
bertutur, “Andaikata kamu keluar saja dari tempat ibadahmu itu, kemudian
duduk di dekat pintu rumahnya lalu mengajaknya bicara tentulah akan
lebih membuatnya merasa terhibur lagi dan akan lebih baik baginya.”
Iblis terus menggodanya hingga akhirnya dia melakukannya juga. Kondisi
itu pun berjalan beberapa lama.
Kemudian Iblis datang lagi sembari terus mensugestinya untuk berbuat
kebaikan. Ia berkata, “Andaikata kamu mendekatinya dan duduk di samping
pintu rumahnya lalu berbicara dengannya tetapi dia tidak usah keluar
dari rumahnya, tentu lebih baik.” Maka dia pun melakukannya; turun dari
tempat ibadahnya, berdiri di depan pintu si wanita itu lalu berbicara
dengannya. Kondisi ini berjalan untuk beberapa waktu.
Setelah itu, Iblis datang lagi seraya berkata, “Andaikata kamu masuk
bersama-sama dengannya lalu berbicara akan tetapi dia tidak usah
menampakkan wajahnya kepada siapapun, tentulah lebih baik bagimu.” Iblis
terus menggodanya hingga si ahli ibadah ini pun memasuki rumah si
wanita lalu mengajaknya berbicara sepanjang siang hari itu dan begitu
siang sudah habis, ia kembali naik ke tempat ibadahnya.
Keesokan harinya, Iblis datang lagi dan terus membuatnya
terbayang-bayang dengan si wanita tersebut hingga akhirnya si ahli
ibadah berani memegang pahanya dan menciumnya. Iblis terus memperdayanya
dengan membuat hal demikian elok di hadapan matanya dan menggodanya
hingga akhirnya dia berbuat zina dengan wanita itu dan menghamilinya.
Wanita itu pun kemudian melahirkan anak dari hasil hubungan gelap
mereka.
Tak berapa lama setelah itu, Iblis datang lagi seraya berkata kepada si
ahli ibadah, “Menurutmu, apa yang dapat kamu perbuat bila
saudara-saudara si wanita itu datang lalu mendapatinya telah melahirkan
seorang anak? Tidak, Aku tidak dapat menjamin bahwa ia (wanita) tidak
membuka rahasia terhadap aib itu atau pun mereka nantinya berhasil
menyingkap aibmu. Karena itu, pergilah ke anak itu lalu goroklah dia dan
kuburkan, pasti ia (wanita itu) tidak akan angkat bicara karena takut
saudara-saudaranya akan berbuat kasar terhadapmu begitu mengetahui apa
yang telah kamu lakukan terhadapnya.” Maka, si ahli ibadah ini pun
menuruti saja bujukan Iblis itu dengan membunuh anak hasil hubungannya
dengan wanita tersebut.
Kemudian Iblis berkata lagi, “Menurutmu, apakah ia (wanita itu) tidak
akan angkat bicara kepada saudara-saudaranya mengenai perlakuanmu
terhadapnya dan anaknya yang telah kamu bunuh? Tidak, karena itu,
singkirkan dan goroklah dia lalu kuburkan bersama anaknya.” Iblis terus
menggodanya hingga akhirnya ia pun menggorok wanita itu dan membuang
kedua mayat itu ke dalam sebuah lubang, lalu menyumbatnya dengan batu
besar kemudian tanahnya diratakan kembali. Setelah itu, ia naik ke
tempat ibadahnya seraya terus melakukan ritual. Kondisi ini berlangsung
beberapa lama hingga kemudian saudara-saudara wanita itu pulang dari
berperang. Mereka datang seraya menanyakan keadaan saudara perempuan
mereka. Namun, si ahli ibadah ini dengan mimik sedih menyampaikan bela
sungkawanya kepada mereka atas kematiannya dan mendoakan semoga Allah
merahmati arwahnya.
Mendengar kejadian itu, mereka berniat tinggal beberapa hari di
kuburannya, untuk kemudian kembali menemui sanak saudara mereka.
Begitu malam tiba dan mereka sudah tertidur pulas, datanglah syaithan
dalam mimpi mereka menyamar sebagai seorang laki-laki yang sedang
bepergian. Lalu ia memulai pertanyaannya kepada kakak sulung dari tiga
bersaudara tersebut mengenai kondisi saudara perempuan mereka. Maka si
kakak sulung itu memberitahukan kepadanya seperti yang telah dikatakan
si ahli ibadah itu mengenai kematiannya, bagaimana dia berbelasungkawa
dan menunjukkan lokasi dikuburkannya saudara perempuan mereka tersebut,
akan tetapi syaithan –yang menyamar tersebut- menyangkal ucapan si ahli
ibadah dan menganggapnya telah berdusta, seraya berkata, “Ia tidak
berbicara jujur pada kalian mengenai saudara perempuan kalian tersebut.
Sebenarnya, dia telah menghamilinya lalu lahirlah seorang anak, kemudian
si ahli ibadah itu menggoroknya dan anak itu karena takut kepada
kalian, setelah itu, dia melempar keduanya ke dalam lubang yang
digalinya di belakang pintu rumah tempat tinggal sudara wanita kalian
itu, tepatnya di sebelah kanan orang yang masuk ke sana. Pergilah ke
sana, lalu masuklah ke rumah itu, pasti kalian akan menemukan mayat
keduanya sebagaimana yang telah aku beritahukan kepada kalian ini.”
Iblis kemudian mendatangi mimpi saudara nomor dua mereka dan mengatakan
kepadanya persis seperti yang dikatakannya kepada kakak sulung mereka,
kemudian ia datang lagi ke dalam mimpi si bungsu dan mengatakan hal yang
sama.
Tatkala bangun, mereka tertegun-tegun terhadap apa yang masing-masing
mereka lihat dalam mimpi. Akhirnya masing-masing bertemu dan berkata
kepada saudaranya, “Semalam aku melihat sesuatu yang aneh di dalam
mimpi.” Masing-masing saling menceritakan apa yang dilihatnya.
Maka, berkatalah si kakak sulung, “Ini hanyalah mimpi belaka, tidak akan
ada apa-apa. Ayo kita berangkat dan anggap saja hal ini sebagai angin
lalu.”
“Demi Allah, aku tidak akan berangkat hingga mendatangi tempat tersebut lalu melihat apa yang ada di dalamnya,” kata si bungsu.
Akhinrya, mereka semua menuju ke rumah di mana saudara perempuan mereka
pernah tinggal tersebut. Mereka buka pintunya dan mencari lokasi seperti
yang disebutkan di dalam mimpi mereka. Ternyata, mereka mendapati
saudara perempuan mereka dan anaknya dalam kondisi tergorok di dalam
sebuah lubang sebagaimana yang dikatakan kepada mereka dalam mimpi itu.
Lalu mereka menanyakan kebenaran hal itu kepada si ahli ibadah, maka ia
pun membenarkan apa yang dikatakan Iblis pada mereka di dalam mimpi itu
berkenaan dengan apa yang telah diperbuatnya terhadap ke-dua orang
tersebut (si wanita dan anaknya).
Mereka kemudian mengangkat perkara tersebut kepaada raja, menurunkannya
dari tempat ibadahnya dan menghadirkannya untuk disalib. Tatkala mereka
telah mengikatnya di atas kayu untuk dibunuh, datanglah Iblis menjumpai
si ahli ibadah itu seraya berkata, “Aku lah temanmu yang tempo lalu
telah mengujimu dengan wanita tersebut sehingga ia hamil dan anaknya
engkau bunuh. Jika sekarang ini kamu mau patuh padaku dan kafir terhadap
Allah Yang menciptakan serta membentukmu, aku akan menyelematkanmu dari
kondisimu saat ini.” Maka, si ahli ibadah itupun menjadi kafir kepada
Allah. Tatkala ia telah menyatakan kekafirannya, syaithan pun lari dan
membiarkan urusannya dengan orang-orang diselesaikan sehingga mereka pun
menyalibnya, lalu ia pun dibunuh.
Dan ayat yang berkenaan dengan kejadian ini sebagai permisalan adalah
firman-Nya, “(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan)
syaithan ketika dia berkata kepada manusia, ‘Kafirlah kamu.’ Maka
tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku berlepas
diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta
alam. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya
(masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan
orang-orang yang zhalim.” (Q.s.,al-Hasyr:16-17)
(SUMBER: Mi`ah Qishshah Wa Qishshah, Fii Aniis ash-Shaalihiin Wa Samiir al-Muttaqiin, karya Muhammad Amin al-Jundy, h.20-25)
(Ilmu Warisan Leluhur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar