Di Masjid sang Cipta Rasa Cirebon
yang di bangun oleh wali Allah pada tahun 1480 M ini setiap sholat
Jum'at ada yang berbeda dengan masjid-masjid kebanyakan. Setidaknya
Portal Cirebon mencatat ada tiga perbedaan yang cukup mencolok dan unik
dalam setiap diadakannya sholat Jum'at di masjid ini yang Portal Cirebon
tak menemuinya di masjid lain, dan mungkin inilah yang membuat sebagian
jemaah selalu kembali dan kembali lagi ke masjid ini setiap mau
melaksanakan sholat Jum'at tak peduli seberapa pun jauhnya jarak masjid
ini dari tempat tinggal mereka.
Apa saja perbedaan-perbedaan dari masjid ini yang tidak akan di temui di masjid lain di Nusantara, inilah rincian singkatnya...
Ada jemaah perempuan yang ikut sholat Jum'at
Pada setiap sholat Jum'at yang kebetulan jatuh pada hari pasaran kliwon,
banyak jemaah perempuan yang ikut sholat Jum'at di Masjid Sang Cipta
Rasa Cirebon ini dengan satu keyakinan bahwa bila mereka ikut sholat
Jum'at yang jatuh tepat pada hari Jum'at Kliwon maka yang bersangkutan
akan memperoleh berkah. Atas dasar keyakinan itulah, pada Jum'at Kliwon
banyak jemaah perempuan yang datang tidak hanya dari daerah Cirebon tapi
juga banyak yang datang dari luar kota untuk ikut bersholat Jum'at di
Masjid ini.
Azan Pitu
Berbeda dengan masjid lain yang biasanya hanya menampilkan satu Muadzin, maka di Masjid Sang Cipta
Rasa ini setiap sholat Jum'at selalu menampilkan 7 muadzin sekaligus
(azan pitu) hingga terdengar seperti koor. Azan pitu ini sendiri menurut
legenda yang beredar di masyarakat Cirebon berawal saat Mesjid Sang
Cipta Rasa yang masih beratapkan rumbia terbakar hebat. Berbagai upaya
dilakukan untuk memadamkan api, namun selalu gagal. Sampai akhirnya
istri Sunan Gunungjati Nyi Mas Pakungwati menyarankan agar
dikumandangkan azan. Namun api belum juga padam. Azan kembali
dikumandangkan oleh dua orang sampai berturut-turut tiga orang sampai
enam orang, namun api belum juga padam. Konon api baru padam setelah
azan dikumandangkan oleh tujuh orang muazin. Api yang membakar mesjid
konon merupakan ulah Menjangan Wulung -mahluk gaib yang berwatak jahat
semacam leak di Bali-. Dalam versi lainnya yang serupa tapi tidak sama
menyebutkan, terbakarnya mesjid bukan dalam arti secara fisik tetapi
secara filosofis. Versi berbeda menyebutkan bahwa azan pitu merupakan
titah Sunan Gunungjati sebagai strategi untuk mengalahkan pendekar jahat
berilmu hitam tinggi bernama Menjangan Wulung. Saat itu, Menjangan
Wulung bertengger di kubah masjid, dan menyerang setiap orang yang
hendak ke masjid baik untuk azan maupun hendak salat. Setiap muazin yang
melatunkan azan selalu tewas karena serangan dari Menjangan Wulung yang
tidak senang dengan perkembangan Islam di tanah Jawa yang begitu pesat.
Kondisi ini tentu saja membuat resah warga yang hendak melantunkan azan
maupun hendak sholat. Kemudian Sunan Gunung Jati menitahkan agar
dikumandangkan azan oleh tujuh orang sekaligusuntuk mengusir Menjangan
Wulung ini. Dan benar saja, begitu azan pitu ini berkumandang, Menjangan
Wulung yang sedang bertengger di kubah masjid akhirnya terpental
bersama kubah masjid yang didudukinya hingga ke negeri Banten dan tak
pernah kembali lagi ke Cirebon. Konon itulah sebabnya sampai sekarang
masjid Sang Cipta Rasa tak memiliki kubah masjid.
Khotbah Berbahasa Arab
Tradisi yang tak kalah uniknya dari masjid ini selain azan pitu dan
jemaah perempuan yang ikut bersholat Jum'at adalah sampai saat ini
khotbah Jum'at selalu dibawakan dengan menggunakan bahasa Arab. Dan
meski hampir semua jama'ah tak memahami artinyajamaah tetap menyimaknya
dengan khusu tanpa mengobrol dengan rekan disebelahnya. Tujuan dari
tetap dilestarikannya khotbah berbahasa Arab ini sendiri konon untuk
memotivasi jamaahnya agar mau belajar bahasa Arab.
Jadi, bila anda kebetulan sedang melintas di Cirebon ketika hari Jum'at,
tidak ada salahnya bila anda mampir sebentar untuk ikut sholat Jum'at
di masjid Sang Cipta Rasa ini.
Salam.(http://portalcirebon.blogspot.com/)
(Ilmu Warisan Leluhur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar