“Aku menangis tidak sanggup menahan air mata membaca kisah ini.
Betapa berat perasaan ini saat sang Nabi Agung dicabut ruhnya oleh sang
malakul maut, bergetar perasaan menahan haru, dan betapa besar cinta
Rasulullah Muhammad SAW pada umatnya. Tidak ada pemimpin di dunia ini
seagung beliau. Allahumma shalli ‘ala Muhammad …!!”
Fatimah binti Rasulullah sedang diliputi kesedihan karena ayah
tercintanya sedang dilanda sakit, tiba-tiba dari luar pintu terdengar
seseorang berseru mengucapkan salam, kemudian berkata: “Bolehkah aku
masuk?” tanyanya. Tanpa mengetahui siapa orang itu, Fatimah tidak
mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang itu sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu
hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul
maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat
maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak
ikut bersama menyertainya.
Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas
langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu, ” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah
lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini wahai kekasih Allah?” Tanya
Jibril lagi. “Wahai Jibril, khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku
kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah
berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut
ini.”
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya
Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup,
melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku. “Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat
aimaanukum – peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di
antaramu.” Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat
saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii, ummatii, ummatiii!” – “Umatku, umatku, umatku”
Dan…, berakhirlah hidup sosok manusia agung dan mulia yang telah
menyinari kehidupan dengan cahaya petunjuk itu, yang telah membawa umat
manusia dari kegelepan kepada cahaya dan keselamatan. Mampukah kita
mencintainya seperti beliau mencintai kita?
“Allaahumma Shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa Muhammadin Al faatihi lima
ughliqa wal khaatimi limaa sabaqa wanaashiril haqqi bil haqqi walhaadii
ilaa shiraathal mustaqiimi wa’alaa aalihi wa shahbihi haqqa qadrihi wa
miqdaarihil azhiimi…”
“Ya Allah limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami
tercinta, Nabi Muhammad SAW, yang telah membuka apa yang tertutup dan
menutup semua risalah sebelumnya. Penunjuk ke jalan yang benar,
penghancur kebatilan dengan cara yang hak, dan pembela yang hak dengan
cara yang hak pula. Limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepadanya,
kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan kepada umatnya yang
dicintainya hingga akhir zaman, Amin.”
Betapa besar cinta Rasulullah kepada kita. Apa yang sudah kita lakukan sebagai wujud kita mencintainya?[](diedit dari anonimous)
(Ilmu Warisan Leluhur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar