Mubasysyir ar-Rumy menceritakan bahwa dia pernah mendengar kisah mantan
budaknya yang dikenal dengan Abu ‘Utsman, Zakaria al-Madany, sering
disebut Ibn Fulanah. Ia seorang tajir yang mulia, banyak harta, terkenal
murah hati, dapat dipercaya, orang yang memegang amanah dan juga suka
meriwayatkan hadits.
Di dekat rumahnya, di Baghdad ia
bertetangga dengan seorang laki-laki dari kalangan orang-orang fanatik
yang suka bermain dengan anjing.
Suatu hari ia pergi sampai
larut malam untuk suatu hajat, lalu diikuti anjing kesayangannya namun
ia mengusirnya, tetapi anjingnya ini tidak mau pulang sehingga terpaksa
ia biarkan ikut.
Ia terus berjalan hingga berhenti di tempat
‘mangkal’ beberapa orang yang memendam rasa permusuhan terhadapnya.
Mengetahui kehadirannya di situ apalagi dirinya tanpa bersenjata, maka
mereka pun menangkapnya. Sementara anjingnya yang ikut membuntuti sang
majikan melihat apa yang dilakukan mereka. Rupanya, mereka membawanya
masuk ke rumah diikuti anjing dengan diam-diam. Di sana, mereka membunuh
majikannya tersebut lalu menguburkannya di sebuah sumur di dalam rumah
itu. Karena melihat ada anjing, mereka pun menggebuknya, untung saja
anjing itu bisa lari sekali pun terluka. Anjing yang dalam keadaan
terluka ini mendatangi rumah majikannya sembari menggonggong namun
penghuni rumah tidak menghiraukannya.
Sementara itu, sang ibu
merasa kehilangan putranya karena seharian ini belum juga nongol. Namun
akhirnya ia dapat mengetahuinya melalui kondisi anjingnya yang mengalami
luka cukup parah. Ia berpikir bahwa ini pasti perbuatan orang yang
membunuh putranya dan putranya tentu sudah dihabisi. Karena itu, ia pun
mengadakan undangan makan dan mengusir anjingnya itu dari pintu.
Akan
tetapi, anjing itu tidak beranjak dari pintu itu dan tidak lari. Mereka
biasanya dalam beberapa kesempatan selalu mencarinya.
Suatu
hari, beberapa orang yang membunuh majikan anjing itu lewat di depan
pintu rumahnya sementara anjing saat itu sedang berbaring. Melihat wajah
orang-orang tersebut, ia langsung mengenalnya. Seketika ia melukai
betis salah seorang dari mereka, menggigit sembari menggelayut di
tubuhnya.
Orang-orang itu berusaha menyelamatkan teman mereka
dari gigitan anjing namun tidak berhasil sehingga suasana pun jadi
gaduh. Kemudian datanglah SATPAM rumah untuk melihat keadaan seraya
berkata, “Anjing ini tidak akan bergelayutan pada orang ini kecuali
karena ia punya kisah dengannya. Barangkali dia lah yang telah
melukainya.”
Tak berapa lama, keluarlah ibu majikan anjing
tersebut dan ketika ia melihat wajah orang yang digigit itu sedang
digelayuti anjing dan mendengar ucapan SATPAM, ia kemudian melihatnya
secara teliti dan mengamatinya. Setelah itu, barulah ia teringat bahwa
orang tersebut adalah salah seorang yang pernah bermusuhan dengan
putranya dan selalu mencarinya. Bahkan terbetik dalam diri sang ibu
bahwa dia lah yang telah membunuh putranya. Akhirnya, ia memastikan hal
itu dan menuduh orang tersebut sebagai pelaku pembunuhan. Sang ibu ini
lalu memperkarakan orang tersebut kepada pihak kepolisian yang kemudian
menahannya setelah sebelumnya dipukul terlebih dahulu agar mau mengaku
tetapi sayang ia tidak mau mengaku. Maka, anjing itu pun tetap berada di
pintu sel setia menunggu orang tersebut.
Setelah beberapa hari
berlalu, orang itu pun dibebaskan. Ketika ia keluar, sang anjing kembali
menggelayutinya seperti sebelum-sebelumnya, maka orang-orang pun merasa
aneh dengan tingkah anjing tersebut.
Menyikapi kejadian aneh
itu, kepala kepolisian merencanakan sesuatu untuk menjebak para pembunuh
majikan anjing itu. Ia secara rahasia berbisik kepada beberapa anak
buahnya agar memisahkan anjing itu dari orang tersebut, lalu membuntuti
kemana orang itu pergi untuk mengetahui kediamannya dan agar dapat terus
memantaunya. Maka, perintah itu pun dipatuhi anak buahnya.
Sementara
anjing terus berjalan di belakang orang yang dituduh membunuh itu,
diikuti anak buah kepala kepolisian yang juga membuntuti dari belakang
hingga sampai ke kediaman para penjahat tersebut.
Kemudian
polisi yang dikirim atasannya itu mendobrak kediaman tersebut secara
mendadak, namun tidak menemukan apa-apa. Lalu anjing yang turut masuk
melolong dan mencari-cari letak sumur di mana majikannya dikubur dan
dibuang.
Sang polisi berkata, “Gali tempat yang telah digali
anjing ini.!” Maka tempat itu pun digali dan ternyata mayat korban dapat
ditemukan.
Kemudian penjahat itu dibawa dan dipukuli. Setelah
berkali-kali digebuki, barulah ia mengaku bahwa dirinya dan
teman-temannya lah yang melakukan pembunuhan itu. akhirnya, ia pun
dieksekusi mati sementara teman-temanya yang lain masih terus diburu
karena berhasil melarikan diri.
(SUMBER: Nihaayah azh-Zhaalimiin
karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, Juz.IX, h.91-94, no.39 sebagai
yang dinukilnya dari I’laam Ahl al-‘Ashr al-Ahbaab Bi Ahkaam al-Kilaab
karyanya sendiri yang belum dicetak -barangkali sudah dicetak sekarang,
red-)
(Ilmu Warisan Leluhur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar