"Maka setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya untuk
menampakkan aurat keduanya yang tertutup kepada keduanya, dan setan
berkata: 'Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu melainkan
supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang
kekal (dalam surga)'. Dia bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya
termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.' Dia membujuk
keduanya dengan tipu daya...." (Al-A'raf: 20 -- 22).
Adam dan
Hawa tinggal di surga. Iblis iri dibuatnya. Ia menyimpan dendam kesumat
terhadap keduanya. Iblis pun berjanji akan mendongkel mereka dari surga.
Tidak hanya itu, Iblis juga berjanji menggelincirkan anak cucu Adam
sampai kiamat. Demi ambisinya, Iblis bahkan meminta dispensasi kepada
Allah untuk bisa hidup sampai akhir zaman. Ia pun mencari celah untuk
menggoda Adam dan Hawa. Celah itu akhirnya ia temukan. Iblis membujuk
keduanya agar mendekati pohon larangan. Pohon yang Allah melarang
keduanya untuk mendekati dan memakan buahnya. Keduanya tertipu, mereka
mendekati dan memakan buahnya. Iblis tertawa terbahak. Akhirnya, mereka
semua dikeluarkan dari surga.
Maka, setan membisikkan (pikiran
jahat) kepada keduanya untuk menampakkan aurat keduanya yang tertutup
kepada keduanya.... Setan tahu jika keduanya mendekati pohon larangan,
aurat mereka akan tampak, karena mendekatinya adalah larangan dan
melanggar larangan adalah maksiyat kepada Allah. Fawaswasa lahuma…
(Iblis kemudian membisiki keduanya). Waswasah adalah bisikan hati dan
suara yang pelan. Artinya, iblis melakukannya secara halus, melalui
bisikan hati, dan kadang tidak terdeteksi.
Setan berkata,
"Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu, melainkan supaya
kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal
di surga."
Pintu tipu daya terbesar adalah ketika Iblis berhasil
mengidentifikasi keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Demikian
dikatakan oleh Ibnu Qoyyim. Keinginan…, itulah yang banyak menjadi
pintu tipu daya setan. Seperti maklum, setan menggoda Anak Adam melalui
aliran darah. Ia mencapai nafsu manusia dengan merasuk dan menanyainya,
termasuk menanyai apa yang disukai dan apa yang tak disukai; apa yang
diingini dan apa yang tak diingini. Anak Adam banyak terperdaya melalui
pintu ini.
Setelah iblis berhasil mengendus keinginan moyang
kita, ia menerapkan politik berikutnya. Apa itu? ia berkedok menjadi
penasihat bagi keduanya. Tidak tanggung-tanggung, untuk meyakinkan Adam
dan Hawa, ia harus bersumpah dengan nama Allah. Untaian kalimatnya pun
dibuat simpatik, Waqaasamahumaa innii lakumaa la-minan-naasihiin (Dia
bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orang yang
memberi nasehat kepada kalian berdua....').
Sebuah ungkapan yang
membuai, Ada penegasan dengan sumpah (waqaasamahumaa) , ada penegasan
dengan kata sesungguhnya (inni), unsur objek dikedepankan dari subjek
(lakumaa sebelum naasihin) yang mengandung makna pengkhususan, sehingga
ayat tersebut bisa bermakna, "Nasihatku kuberikan khusus untuk kalian
berdua, dan manfaatnya kembali kepada kalian berdua, bukan kepadaku."
Pekerjaan
menasihati juga diungkapkan dengan isim fa'il yang menunjukkan sifat,
dan bukan fi'il yang menunjukkan kejadian yang baru terjadi, sehingga ia
dapat dimaknai: memberikan nasihat adalah sifat, watak, dan profesiku,
bukan hal yang bersifat insiden.
Iblis juga menggambarkan
dirinya sebagai salah satu dari banyak penasihat (laminan-naasihin),
dengan begitu seolah dia berkata, "Banyak orang menasihatimu dalam hal
ini, sedangkan aku hanya salah seorang dari mereka." Ini serupa dengan
ungkapan, "Semua orang sependapat denganku dalam masalah ini, dan aku
hanyalah salah seorang yang menyuruhmu berbuat begitu."
Singkatnya,
iblis menggunakan politik meyakinkan, membesarkan hati, dan memberikan
solusi untuk sebuah tindakan membohongi, menipu, dan memperdaya. Untuk
meyakinkan, ia tampil sebagai pemberi nasihat atau konsultan
profesional, yang pendapatnya diklaim mewakili pendapat kebanyakan.
Bahkan, untuk menipu Adam dan Hawa, Iblis perlu menjuluki pohon larangan
dengan pohon kekekalan, seperti dalam firman Allah, "Setan berkata:
'Wahai Adam, maukah kutunjukkan kepadamu pohon kekekalan (syajaratul
khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa'?" (Thaha: 120).
Politik
Iblis banyak ditiru pengikut-pengikutnya. Termasuk pengikutnya dari
golongan manusia. Ada politik "penghalusan" semacam di atas. Kemungkaran
banyak dijuluki dengan nama cantik. Judi dinamakan adu ketangkasan.
Dahulu, judi bahkan dinamakan sumbangan dana sosial; pelacur dijuluki
wanita idaman; riba disebut bunga; pengingkaran terhadap ayat dinamakan
kontekstualisasi; penyelewengan Alquran diklaim membumikan Alquran;
pembantaian penduduk sipil disebut penegakan demokrasi. Memerangi Islam
disebut memerangi teroris, dan seterusnya.
Mendompleng keinginan
orang juga lazim digunakan para pengikut setan. Jika mereka bermaksud
mempengaruhi orang, agar maksud jahatnya terwujud, mereka memulai
menyinggung keinginan, kemauan, dan kebutuhan orang yang dipengaruhi,
seperti keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Kadang
"singgungan" itu berupa rangsangan untuk menuju keinginan, kadang
keinginan itu sendiri yang dipenuhi sebagai semacam "suapan". Betapa
banyak misionaris yang membujuk umat Islam dengan kedok bantuan-bantuan
kemanusiaan, terutama saat mereka tertimpa musibah atau terdesak
kebutuhan. Juga betapa sering bangsa Barat memperalat pemerintahan
negeri-negeri Islam untuk memerangi orang Islam dengan iming-iming yang
menggiurkan atau yang lazim disebut dengan politik stick and carrot.
Sebagaimana
Iblis berkedok menjadi penasihat profesional, para pengikutnya di era
modern juga demikian. Penasihat yang memberikan arahan dan solusi. Jika
iblis melegalisasi profesionalismenya dengan sumpah atas nama Allah, dan
dengan penguatan-penguatan lain, para penasihat modern tampil dengan
performa yang meyakinkah, kredibel, bonafid, dan sejenisnya karena
sebelumnya memang telah diopinikan demikian. Maka, ketika sebuah negara
sakit, mereka tampil menjadi dokter. Orang sakit tentu susah dan kurang
etis jika membantah sang dokter, tak peduli diagnosanya keliru, juga tak
peduli obat yang diberikan racun sekalipun. Betapa banyak negeri yang
sami'na waata'na didikte oleh lembaga semacam IMF dengan dalih
penyelamatan, meskipun sesungguhnya penjerumusan.
Jika setan
suka mengatasnamakan orang banyak (sesungguhnya aku salah satu pemberi
nasihat), setan modern demikian juga. Untuk menjustifikasi kemauannya,
ia perlu menyatakan bahwa ia didukung oleh banyak pihak. Meski kadang
dukungan tersebut lebih bersifat klaim, misalanya penganugerahan nobel
perdamaian dan sejenisnya. Bukankah pada era modern opini media massa
yang membentuk fakta dan bukan fakta yang membentuk opini? Contoh
menarik dewasa ini adalah daftar kelompok teroris versi PBB yang diklaim
atas masukan banyak negara, seolah daftar tersebut mewakili aspirasi
mayoritas penduduk dunia.
Akhirnya, marilah kita berlindung
kepada Allah dari tipu daya setan, seperti diajarkan Allah dalam
Alquran, "Katakanlah: 'Aku berlindung dari Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahaan
bisikan setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke
dalam dada manusia. Dari golongan jin dan manusia'." (An-Naas: 1 - 6).
(Abu Zahrah).
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
(Ilmu Warisan Leluhur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar